Kecelakaan Sukhoi Superjet 100 (SSJ-100) di Gunung Salak terjadi pada tanggal 9 Mei 2012 ketika sebuah pesawat Sukhoi Superjet 100 menghilang dalam penerbangan demonstrasi yang berangkat dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Indonesia. Pada tanggal 10 Mei, reruntuhan Superjet Sukhoi terlihat di tebing di Gunung Salak, sebuah gunung berapi di provinsi Jawa Barat. Karena bidang yang luas di mana puing-puing pesawat menabrak gunung, penyelamat menyimpulkan bahwa pesawat langsung menabrak sisi berbatu gunung dan bahwa "tidak ada peluang untuk hidup."
Latar belakang
Pesawat
Pesawat yang
mengalami kecelakaan adalah SSJ-100, dengan nomor pendaftaran 97004, msn
95004. Pesawat ini diproduksi pada tahun 2009 dan telah mengumpulkan lebih dari
800 jam terbang pada saat hilang. Superjet 100 adalah pesawat penumpang
produksi pertama yang diproduksi di Rusia sejak runtuhnya Uni Soviet.
Perjalanan demonstrasi
Pesawat yang
jatuh telah melakukan perjalan demonstrasi dijuluki "Welcome
Asia!"(id:selamat datang Asia) di seluruh Asia Tengah dan Asia Tenggara,
setelah sebelumnya mengunjungi Kazakhstan, Pakistan, dan Myanmar; pesawat ini juga akan melanjutkan perjalanan ke Laos dan Vietnam.
Pada saat kecelakaan ini terjaadi, Sukhoi telah menerima 42 pesanan untuk jenis
ini dari Indonesia, 170 secara keseluruhan, dan berencana untuk memproduksi
hingga 1.000 pesawat.
Kedatangan pesawat tersebut adalah melalukan demo flight untuk memperkenalkan produk pesawat baru itu ke Indonesia. PT Tri Marga Rekatama adalah perwakilan atau agen Sukhoi Company di Indonesia. Dalam demo penerbangan untuk kepentingan promosi itu pihaknya menyebar 100 undangan untuk mengikuti joy flight di Bandara Halim Perdanakusumah
Yang
diundang di antaranya pebisnis Indonesia yang bergerak di bidang penerbangan, wartawan,
dan pihak-pihak lainnya. Joy flight dibagi dalam beberapa kloter dengan
tujuan Bandara Halim Perdanakusumah-Pelabuhan Ratu-Bandara Halim
Perdanakusumah. Kloter pertama berlangsung lancar dan selamat. Setelah
melakukan penerbangan sekitar 30-35 menit, pesawat mendarat sempurna di Bandara Halim Perdanakusumah.
Pada saat
giliran kloter kedua take off. Kloter kedua Superjet 100 diisi 50 orang.
Sebanyak 42 orang merupakan para undangan, sedangkan delapan orang lainnya
adalah awak pesawat yang di antaranya merupakan warga negara Rusia. Penerbangan kedua
inilah yang bermasalah.
Kecelakaan
Pada pukul
14:00 WIB (07:00 UTC), SSJ-100 lepas landas
dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma
untuk sebuah penerbangan demonstrasi lokal yang dijadwalkan mendarat kembali ke
titik awal keberangkatan. Penerbangan tersebut adalah demonstrasi yang kedua
pada hari itu. Dalam pesawat terdapat 6 orang awak kabin, 2 orang perwakilan
dari Sukhoi, dan 37 orang penumpang. Di antara penumpang adalah perwakilan dari
Aviastar
Mandiri, Batavia Air, Pelita Air Service, dan Sriwijaya Air.[11]
Pada pukul 15:30 (08:30 UTC), Pilot Alexander Yablonstev, yang belakangan
diketahui baru pertama kali menerbangkan pesawat di Indonesia meminta izin
untuk menurunkan ketinggian dari 10.000 kaki (3,000 m) ke 6.000 kaki (1,800 m). Otoritas Pemandu Lalu Lintas Udara memberikan izin
dan komunikasi tersebut merupakan kontak terakhir dengan pesawat yang saat itu
sekitar 75 mil laut (139 km) selatan Jakarta,[11]
di sekitar Gunung Salak, dan pada pukul 14.33 WIB petugas bandara
tidak lagi bisa berkomunikasi dengan para awak, begitu juga dengan para
penumpang.
Sebuah
pencarian di darat dan udara untuk pencarian pesawat ini dimulai, tapi
dibatalkan karena malam tiba. Pada tanggal 10 Mei pukul 09:00 WIB (02:00 UTC),
reruntuhan Superjet Sukhoi ditemukan di Gunung Salak (6°42′35″LU 106°44′3″BT),
pada ketinggian 1.500 meter. Hal yang diketahui hanya bahwa pesawat terbang
searah jarum jam menuju Jakarta sebelum menabrak Gunung Salak. Laporan awal
menunjukkan bahwa pesawat menabrak tepi tebing di ketinggian 6.250 kaki (1,910 m), meluncur menuruni
lereng dan berhenti di ketinggian 5.300 kaki (1,600 m). Pesawat ini muncul
relatif utuh dari udara, bagaimanapun, telah mengalami kerusakan besar, dan
tidak ada tanda korban selamat. Lokasi kecelakaan itu tidak dapat diakses oleh
udara dan belum terjangkau oleh tim penyelamat pada malam hari pada tanggal 10
Mei. Beberapa kelompok dari personil penyelamat berusaha mencapai reruntuhan
dengan berjalan kaki.
Ada
45 orang di dalam pesawat tersebut termasuk 14 penumpang dari maskapai
penerbangan Sky Aviation, tiga orang jurnalis asal
Indonesia, Ismiati Soenarto dan Aditya Sukardi dari Trans TV
dan Femi Adi dari saluran berita Amerika Serikat Bloomberg News. Peter
Adler dari Sriwijaya Air memiliki paspor Amerika
Serikat.[15]
Salah satu penumpang, Maria Marcela, adalah warga negara Italia dan Nam
Tran dari Esnecma memegang paspor Prancis.
Investigasi
Komite Nasional Keselamatan Transportasi merupakan lembaga di Indonesia yang akan melakukan penyelidikan terhadap kecelakaan pesawat sipil.Satu hari setelah kecelakaan, Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev mendirikan sebuah komisi untuk menyelidiki penyebab kecelakaan. Komisi ini dipimpin oleh Menteri Industri dan Perdagangan, Slyusar Yury. Pada hari sabtu tanggal 12 May, dua pesawat Rusia Ilyushin 76 tiba di Bandara Halim Perdanakusuma untuk ikut membantu pencarian jenazah. Hasil investigasi diumumkan pada tanggal 18 Desember 2012, jam 11 siang.
Dampak
Tim Hefer
dan Gleb Stolyarov dari Reuters mengatakan "kecelakaan itu kemungkinan akan
mengguncang keyakinan industri dengan cara yang akan kurang umum di antara
perusahaan-perusahaan Barat yang memiliki angka kecelakaan secara statistik
lebih rendah" tapi "hal itu bisa berubah jika peneliti tidak
menemukan kesalah teknis."
Aeroflot
(6) dan ArmAvia
(2), dua operator dari SSJ-100 pada saat kecelakaan itu, tidak menghentikan
operasi dari pesawat jenis ini.[19]
Kartika
Airlines, sebuah maskapai penerbangan Indonesia, dilaporkan telah
menunda pengiriman 30 Sukhoi Superjet 100 setelah kecelakaan pesawat ini.
0 komentar:
Posting Komentar